Jumat, 15 Februari 2013

Sejarah Nasyiatul 'Aisyiyah


Berdirinya Nasyi'atul Aisyiyah (NA) tidak bisa dilepaskan dari komitmen Muhammadiyah-‘Aisyiyah untuk menjaga keberlangsungan kader penerus perjuangan. Muhammadiyah memerlukan kader-kader tangguh guna melanjutkan estafeta perjuangan persyarikatan Muhammadiyah.

Gagasan mendirikan NA bermula dari ide Soemodirdjo, seorang guru Standart School Muhammadiyah. Dalam usahanya untuk memajukan Muhammadiyah, ia menekankan pentingnya peningkatan mutu ilmu pengetahuan, baik pada aspek spiritual, intelektual, maupun jasmani. Ide Soemodirdjo tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk menambah pelajaran praktik bagi para muridnya yang diwadahi dalam kegiatan bersama. Dengan bantuan Hadjid, seorang kepala guru agama di Standart School Muhammadiyah, maka pada tahun 1919, Soemodirdjo berhasil mendirikan perkumpulan yang anggotanya terdiri dari para remaja putra-putri siswa Standart School Muhammadiyah. Perkumpulan tersebut diberi nama Siswa Praja (SP). Tujuan dibentuknya Siswa Praja adalah menanamkan rasa persatuan, memperbaiki akhlak, dan memperdalam agama.

Pada mulanya, SP mempunyai ranting-ranting di sekolah Muhammadiyah yang ada, yaitu di Suronatan, Karangkajen, Bausasran, dan Kotagede. Seminggu sekali anggota SP Pusat memberi tuntunan ke ranting-ranting. Setelah lima bulan berjalan, diadakan pemisahan antara anggota laki-laki dan perempuan dalam SP. Kegiatan SP Wanita dipusatkan di rumah Haji Irsyad (sekarang Musholla ‘Aisyiyah Kauman). Beberapa jenis kegiatan SP Wanita, yaitu pengajian, berpidato, jama'ah subuh, membunyikan kentongan untuk membangunkan umat Islam Kauman agar menjalankan shalat shubuh, mengadakan peringatan hari-hari besar Islam, dan kegiatan keputrian.
Kegiatan SP berkembang cukup pesat. Jenis Kegiatan yang dilakukannya mulai tersegmentasi sesuai usia. Kegiatan Thalabus Sa'adah diselenggarakan bagi anak di atas umur 15 tahun. Aktivitas Tajmilul Akhlak diadakan untuk anak berumur 10-15 tahun. Dirasatul Bannat diselenggarakan dalam bentuk pengajian sesudah Maghrib bagi anak-anak kecil. Sedangkan Jam'iatul Athfal dilaksanakan seminggu dua kali untuk anak berumur 7-10 tahun. Selain itu, tak jarang diselenggarakan juga tamasya ke luar kota setiap satu bulan sekali. Pada tahun 1924, akhirnya SP Wanita mampu mendirikan Bustanul Athfal, yakni usaha untuk membina anak laki-laki maupun perempuan berumur 4-5 tahun. SP Wanita juga menerbitkan buku nyanyian berbahasa Jawa dengan nama Pujian Siswa Praja.Pada tahun 1926, kegiatan SP Wanita sudah menjangkau cabang-cabang hingga di luar Yogyakarta.
SP Wanita mulai diintegrasikan menjadi urusan ‘Aisyiyah di tahun 1923. Selanjutnya pada Konggres Muhammadiyah Ke-18 Tahun 1929, diputuskan bahwa semua cabang Muhammadiyah diharuskan mendirikan SP Wanita dengan sebutan ‘Aisyiyah Urusan Siswa Praja. Nama SPW pun mulai berganti menjadi Nasyiatul Aisyiyah setelah pada tahun 1931, dalam Konggres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta, ditetapkan agar semua nama gerakan dalam Muhammadiyah harus memakai bahasa Arab atau bahasa Indonesia. Adapun simbol padi yang menjadi lambang NA diputuskan dalam Konggres Muhammadiyah ke-26 Tahun 1938 di Yogyakarta, yang sekaligus juga menetapkan nyanyian Simbol Padi sebagai Mars NA.
Perkembangan NA semakin pesat pada tahun 1939 dengan diselenggarakannya Taman Aisyiyah yang mengakomodasikan potensi, minat, dan bakat putri-putri NA. Selain itu, Taman Aisyiyah juga menghimpun lagu-lagu yang dikarang oleh komponis-komponis Muhammadiyah dan dibukukan dengan diberi nama ‘Kumandang Nasyi'ah.’

Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 1963 diputuskan untuk memberi status otonom kepada NA. Di bawah kepemimpinan Majelis Bimbingan Pemuda, NA yang saat itu dipimpin oleh Siti Karimah mulai mengadakan persiapan-persiapan untuk mengadakan musyawarahnya yang pertama di Bandung. Dengan didahului mengadakan konferensi di Solo, selanjutnya NA berhasil menyelenggarakan Munasnya pada tahun 1965 bersama-sama dengan Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di Bandung. Dalam Munas pertama tersebut, tampaklah wajah-wajah baru penuh semangat dari 33 daerah dan 166 cabang yang siap mengembangkan dakwah NA serta berkontribusi bagi umat dan bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar