Nasyiatul 'Aisyiyah
(NA) merupakan organisasi otonom yang bergerak di bidang keagamaan,
kemasyarakatan, dan keputrian. NA tetap mengedepankan gerakan dakwah amar
ma'ruf nahi munkar seperti yang diamanatkan oleh oleh Muhammadiyah. Tugas luhur
ini dilakukan baik secara kolektif organisasional maupun secara individu oleh
personil-personil NA.
I. Latar Belakang dan Proses Pendewasaan NA
A. Latar Belakang Sosio-Kultural
NA hadir di kalangan
Muhammadiyah berkat adanya suatu kesadaran religius yang positif tentang masa
depan dan kelangsungan cita-cita Muhammadiyah. Kesadaran ini menjadi wacana
organisasi untuk membangun generasi muda Islam untuk tetap eksis dan memegang
peran penting dalam perjuangan bangsa. Upaya ini amat bermanfaat bagi bangsa
Indonesia yang sedang menapaki tahap kebangkitan bangsa di awal abad XX.
Tuntutan sejarah inilah yang melatarbelakangi kelahiran NA sebagai wadah
pembinaan dan pendidikan generasi muda putri Islam.
Kondisi awal abad
XX, bangsa Indonesia sedang dihadapkan adanya upaya mempersatukan visi anak
bangsa. Kondisi ini telah dibaca para pemuka Muhammadiyah. Siswa Praja Wanita
yang merupakan embrio NA merupakan wadah dan wahana untuk menjalin persatuan di
antara anak bangsa. Nilai-nilai kejuangan dan kebersamaan selalu ditanamkan
kepada para anggota Siswa Praja Wanita sedari dini. Ukhuwah Islamiyah
diimplentasikan dalam kehidupan berbangsa agar jalinan persatuan lebih erat,
disamping kesamaan dalam penderitaan yang juga menjadi tali pemersatu.
Para petinggi Muhammadiyah
juga memprihatinkan atas kondisi moral bangsa Indonesia. Oleh karenanya melalui
Siswa Praja Wanita, Muhammadiyah juga berusaha untuk menanamkan dan
mensosialisasikan gerakan amar ma'ruf dan nahi munkar; memberantas Tahayul,
Bid'ah, dan Churafat (TBC); dan membangun akhlakul karimah di kalangan generasi
muda putri Islam. Kesadaran sosio-kultural dari para pemuka Muhammadiyah ini
didasari oleh fenomena masyarakat Indonesia, terutama di Jawa, yang cenderung
memelihara TBC. Marginalisasi ajaran Islam ini dikarenakan oleh proses
akulturasi Islam dengan budaya setempat yang tidak segera direformasi.
Akibatnya tata kehidupan dan sendi-sendi religius masyarakat tidak menampakkan
ciri kehidupan yang Islami.
Amar ma'ruf nahi
munkar dan ukhuwah Islmiyah telah menjadi senjata yang ampuh untuk membangun
emosi kesatuan anak bangsa dalam rangka mengusir penjajah. Kebangkitan bangsa
Indonesia merupakan modal utama untuk lebih mengefektifkan perjuangan secara
organisasional dan menyeluruh. Demi kepentingan bangsa, segala atribut
kepentingan pribadi dan golongan dikorbankan untuk membangun kebersamaan dan
kejuangan yang bersatu untuk mengusir kemunkaran.
B. Proses Pendewasaan NA
Keberadaan NA yang
dimulai dari proses perintisan hingga menjadi organisasi otonom Muhammadiyah
tidak terlepas dari peran tokoh NA. Mereka berjuang untuk mengangkat NA sebagai
salah satu organisasi yang membina generasi muda putri Islam. Proses
pendewasaan NA hingga dipercaya untuk mengelola rumah tangganya sendiri
mengalami proses tiga tahap, yaitu : tahap perintisan, tahap pembinaan, dan
tahap otonomi. Masing-masing tahap, NA mempunyai jati diri yang berbeda-beda,
sesuai dengan usia, tingkat kedewasaan, dan tantangan zaman.
1. Tahap Perintisan
Embrio NA bermula
dari idealisme Somodirdjo yang memikirkan kelangsungan dan masa depan
Muhammadiyah. Menurutnya, kelangsung dan masa depan Muhammadiyah sangatlah
bergantung pada upaya pengkaderan yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Untuk itu ,
menurut Riwayat Singkat Nasyiatul ‘Aisyiyah dan Khittah Perjuangannya, bermula
dari pemikiran ini yang kemudian mendapat bantuan dari R.H. Hadjid, kepala guru
agama di Standart School Muhammadiyah, idealisime Somodirdjo ini kemudian
dituangkan ke dalam wadah/ diorganisasi yang dinamakan Siswa Praja pada tahun
1919. Wadah ini merupakan organisasi yang menampung remaja putra dan putri
Standart School Muhammadiyah (p.7).
Mengingat urgensitas
perkumpulan ini, maka wadah ini kemudian disebarluaskan ke perbagai cabang dan
ranting Muhammadiyah. Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1919 telah
diadakan pemisahan antara Siswa Praja Putra dan Siswa Praja Putri. Setelah lima
bulan dari pemisahan ini, kemudian Siswa Praja Putri diserahkan kepada Siti
Wasilah sebagai Ketua, dan Umayah sebagai Wakil Ketua, sedang Penulis dan Bendahari
dipegang oleh Siti Juhainah dan Siti Zuhriyah. Dengan menggunakan fasilitas
tempat Haji Irsjad (Mushola 'Aisyiyah Kauman Yogyakarta sekarang) Siswa Praja
Wanita melaksanakan kegiatan-kegiatannya, seperti pengajian, berpidato, jama'ah
sholat, mengadakan peringatan hari besar Islam, kegiatan jaian keputrian, dan
lain-lain.
Pada awalnya,
kegiatan yang dilaksanakan Siswa Praja Wanita mengalami hambatan yang cukup
serius. Para orang tua siswa pada umumnya merasa keberatan untuk melepas
putrinya guna mengikuti tambahan pelajaran dan kegiatan keputrian yang diadakan
oleh Siswa Praja Wanita. Namun berkat kesabaran, ketekunan, dan kerja keras
pengurus untuk memberikan pengarahan kepada para orang tua, maka akhirnya
mereka sadar dan mengerti arti dan manfaat pelajaran tambahan dan kegiatan
keputrian. Ini dibuktikan dengan semakin bertambahnya ketrampilan praktis
wanita, wawasan pengetahuann dan keagamaan para Siswa Praja Wanita.
Atas dasar realitas
seperti itu, anggota Siswa Praja Wanita semakin hari semakin banyak. Bahkan
anggotanya berasal dari berbagai daerah. Kedatangan anggota Siswa Praja Wanita
dari berbagai daerah sangat membantu penyebarluasan (publication effect) dari
keberadaan perkumpulan ini. Setiap anggota Siswa Praja Wanita yang pulang ke
daerahnya, diwajibkan kepada mereka untuk mengamalkan dan menyebarluaskan
kemampuan dan ketrampilan teknisnya kepada remaja putri di kampungnya. Di
samping ini merupakan ibadah, penyebaran ini sangat membantu eksistensi dan
pengembangan Siswa Praja Wanita di masa datang.
Pada tahun 1924
segala macam urusan dan keorganisasian Siswa Praja Wanita menjadi tanggung
jawab 'Aisyiyah. Untuk mengefektifkan Siswa Praja Wanita, 'Aisyiyah melakukan
beberapa terobosan, misalnya pada tahun 1925 Siswa Praja Wanita dibelikan
sebuah rumah sebagai pusat kegiatan; pada tahun 1926 aktivitas Siswa Praja
Wanita dimuat di Suara 'Aisyiyah. (Ibid., p.9). Terobosan ini merupakan upaya
mengangkat eksistensi SIswa Praja Wanita mendapat sambutan banyak. Hal ini
dibuktikan dengan semakin menyuburnya anggota Siswa Praja Wanita, dan tumbuhnya
cabang-cabang baru di beberapa daerah. Cabang Siswa Praja Wanita pertama adalah
Cabang Surakarta.
Semenjak Siswa Praja
Wanita dipegang oleh Siti Zuhriyah pada tahun 1929 telah diadakan kaderisasi,
walaupun masih bersifat sederhana. Yang perlu diperhatikan adalah idealisme
Siti Zuhriyah untuk memikirkan kelangsungan hidup organisasinya dengan melalui
pendidikan generasi muda. Ini memiliki makna yang dalam, bahwa secara
organisatoris nasib dan masa depan Siswa Praja Wanita sangat bergantung pada
keberhasilan kaderisasi. Hal ini juga bermanfaat untuk pemberdayaan Siswa Praja
Wanita untuk lebih meningkatkan peran sertanya di masyarakat.
2. Tahap Pembinaan
Sehubungan telah
semakin melebarnya sayap Siswa Praja Wanita, maka pada konggresnya ke-18 telah
disepakati bahwa setiap cabang 'Aisyiyah harus mendirikan Siswa Praja Wanita.
Hal ini merupakan upaya untuk meligitimasi posisi dan peran Siswa Praja Wanita
di dalam wadah 'Aisyiyah. Sesuai hasil konggres Muhammadiyah ke-20 pada tahun
1929 di Yogyakarta diputuskan bahwa semua gerakan di dalam tubuh Muhammadiyah
harus memakai istilah dalam bahasan Arab, maka Siswa Praja Wanita mengubah diri
menjadi NA. Nama baru yang disandang NA tidaklah mengubah visi dan misi
gerakannya, karena yang berubah hanyalah baju, sedang wadah dan isinya tetap
sama.
NA baru semakin hari
semakin menampakkan kegiatannya. Pada masa era kepemimpinan Siti Buchainah,
telah dilakukan kegiatan-kegiatan : shalat Jum,at secara jamaah, peningkatan
dakwah melalui kampung-kampung, dakwah luar kota, kursus administrasi (Ibid).
Setiap dakwah ke kampung-kampung dan ke luar kota, NA senantiasa membawa induk
organisasinya, yaitu Muhammadiyah. Hal ini bertujuan : 1. untuk mengenalkan
Muhammadiyah kepada masyarakat luas; 2. untuk mengenalkan posisi Nasyiatul
'Aisyiyah dalam organisasi Muhammadiyah yang turut bertanggung jawab mengemban
misi Muhammadiyah di bidang keputrian generasi muda.
Konggres
Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada tahun 1938 telah diambil keputusan tentang
simbol padi sebagai simbol NA. Pada tahun ini, Bp. Achyar Anies mengarang lagu
simbol padi dan kemudian dijadikan mars NA.
Ketika masa
pendudukan Jepang sampai masa revolusi kemerdekaan, organisasi Muhammadiyah dan
ortomnya mengalami stagnasi. Baru pada tahun 1950, suhu politik Indonesia sudah
agak menurun, Muhammadiyah mampu mengadakan muktamar di Yogyakarta. Muktamar
ini bertujuan untuk mempercepat laju dan langkah Muhammadiyah. Pada muktamar
ini ada beberapa perubahan yang fondamental, yaitu 'Aisyiyah diangkat menjadi
organisasi otonom Muhammadiyah. Kemudian NA dijadikan bagian yang diistimewakan
oleh Pimpinan Pusat 'Aisyiyah, sehingga NA diberi wewenang untuk mengelola dan
memenej organisasinya di seluruh nusantara (Ibid., p.10). Bahkan keisitimewaan
NA sampai pada diberi wewenang oleh 'Aisyiyah untuk mengadakan konferensi
sendiri.
Sejak itu penampilan
NA lebih meyakinkan. Bagian NA di PP. 'Aisyiyah sering mengadakan
peninjauan-peninjauan ke daerah-daerah dalam rangka konsolidasi dan pembinaan
NA Daerah. Pada tahun 1953, putri NA banyak yang diundang menghadiri Muktamar
'Aisyiyah di Purwokerto untuk mendampingi 'Aisyiyah.
3. Tahap Otonomi
Proses otonomi NA
dimulai pada Muktamar 'Aisyiyah di Palembang tahun 1956,dimana NA dimunculkan
suatu pemikiran bahwa NA sebaiknya diberi hak otonom untuk mengelola, memenej,
dan membentuk jati dirinya. Prasaran dari Dra. Baroroh Baried ini belum
mendapat respon yang serius. Kemudian pada Muktamar 'Aisyiyah pada tahun 1959
di Yogyakarta, Bagian NA yang dipegang oleh Zuhra Daris belum juga diberi hak
otonom (Ibid). Ketika itu NA hanya diberi keleluasaan oleh PP. 'Aisyiyah untuk
mengembangkan kegiatannya.
Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh NA mengembangkan diri guna menuju kedewasaannya. Iktikad ini
disambut baik oleh PP.'Aisyiyah dengan dibuktikan oleh diberinya kesempatan
bermusyawaran tersendiri. Pada Muktamar 'Aisyiyah di Jakarta tahun 1962
merupakan sinyalemen bahwa NA harus dituntut untuk mulai memikirkan kebutuhan
dan pengembangan dirinya. Untuk itu pada kesempatan ini Bagian NA di bawah
kepemimpinan Siti Karimah membuat rencana kerja baru yang meliputi :
kaderisasi, popularisasi NA, pembinaan, dll. Semangat Jakarta ini betul-betul
menjadi motivasi bagi NA untuk membenahi diri dan membina rumah tangganya. Dan
semangat Jakarta ini betul-betul telah menjadi Nasyiatul 'Aisyiyah dewasa.
Pada sidang tanwir
1963 telah disepakat bahwa NA diberi status otonom. Siti Karimah dan
kawan-kawan mulai mengadakan persiapan-periapan untuk mengadakan musyawarah
pertamanya di Bandung. Persiapan ini mendapat bimbingan dari majlis bimbingan
pemuda. Sebelum muktamar, terlebih dahulu diadakan konferensi NA di Solo.
Konferensi ini bertujuan untuk menyamakan visi dan misi NA; mempersiapkan
program-program kerja, penyusunan AD, berbagai hal yang berkaitan dengan
keorganisasin, dll (Ibid).
Berbekal hasil
konferensi Solo, NA berhasil menggelar Muktamar NA yang perdana di Bandung
tahun 1965, bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah. Dari muktamar ini ternyata
menjadi suatu hal yang surprise bagi NA, karena muktamar ini dihadiri oleh 66
daerah dan 166 cabang. Kehadiran sejumlah muktamirin NA ini menjadikan
Muhammadiyah bangga, sehingga pada Muktamar Muhammadiyah ke .... ini secara
resmi NA mendapat status otonom dari Muhammadiyah. Secara organisatoris, NA
telah terlepas dari 'Aisyiyah dan mendapat pengawasan langsung dari
Muhammadiyah.
II. Struktur Organisasi NA
Sebagai organisasi
otonom Muhammadiyah yang bergerak di bidang pembinaan generasi muda wanita
Islam, NA mempunyai struktur organisasi yang sama dengan Muhammadiyah, yaitu
mulai dari ranting yang bertempat di kalurahan/ desa, cabang pada tingkat
kecamatan, daerah yang bertempat di kabupaten/ kota madya, wilayah untuk
tingkat propinsi, dan tingkat pusat (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nasyiatul
'Aisyiyah, 1996, p.7). Struktur susunan ini telah mengacu pada susunan dan
struktur Persyarikatan Muhammadiyah, seperti yang tertuang pada Anggaran Dasar
Muhammadiyah Pasal 15 ayat 2 (Keputusan Muktamar ke-41 dan Tanwir Tahun 1987,
1990, p. 12), dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah Pasal 18 ayat 6 (p. 29
Untuk struktur
organisasi Nasyiatul 'Aisyiyah, menurut Anggaran Dasar Nasyiatul 'Aisyiyah
pasal 14 dinyatakan bahwa Pimpinan Pusat/ Pimpinan Wilyah/ Pimpinan Daerah NA
membentuk Departemen sebagai badan pembantu pimpinan (ayat 1). Dan Pimpinan
Cabang/ Pimpinan Ranting membentuk Seksi-seksi sebagai pembantu untuk
melaksanakan dan memelihara usaha-usaha organisasi (ayat 2). Rincian struktur
ini lebih diperjelas pada pasal 16 ayat 1 Anggaran Rumah Tangga Nasyiatul
'Aisyiyah, yaitu Departemen/ Seksi dalam NA :
A. Departemen/ Seksi
Kader
B. Departemen/ Seksi
Dakwah
C. Departemen/ Seksi
Dokumentasi dan Informasi
D. Departemen/ Seksi
Khusus dan Biro
Selanjutnya pada
ayat 2 disebutkan bahwa usaha/ kegiatan yang tidak dapat dimasukkan dalam salah
satu Departemen/ Seksi dapat dibentuk Lembaga Khusus atau Biro (AD/ART, 1996,
p.34).
III. Program Utamanya
NA sebagai gerakan
putri Islam dalam mencapai tujuannya melalui dengan beberapa periodisasi.
Masing-masing periode memiliki prioritas dan spesialisasi program yang
berbentuk program jangka pendek. Sedang untuk program jangka panjang NA
berjangka waktu 25 tahun, dan telah dipahami bahwa masing-masing periode waktu
mempunyai prioritas program yang berkaitan dan saling tergantung
(interdependensi program).
Program jangka
panjang NA bertujuan untuk "... membentuk pribadi putri Islam yang berarti
bagi agama, bangsa, dan negara menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridhoi Allah SWT" (Keputusan Musyawarah Nasional PP.
Nasyiatul 'Aisyiyah II, 1995, p. 13). Menurut Musyawarah Nasional PP. NA II
pada bulan April 1995 telah diambil keputusan mengenai prioritas periode untuk
program jangka panjang NA. Prioritas program NA adalah :
1. Prioritas periode
1 : Kaderisasi (1985 - 1990) ...................... a
2. Prioritas periode
2 : Kemubalighatan (1990 - 1995) .............. b
3. Prioritas periode
3 : Kemasyarakatan (1995 - 2000) ............. c
4. Prioritas periode
4 : Kebangsaan (2000 - 2005) ................... d
5. Prioritas periode
5 : Internasionalisasi (2005 - 2010) ............ e
Pelaksanaan idealnya adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan
periode I (1985 - 1990) : a
2. Pelaksanaan
periode II (1990 - 1995) : a,b
3. Pelaksanaan
periode III (1995 - 2000) : a,b,c
4. Pelaksanaan
periode IV (2000 - 2005) : a,b,c,d
5. Pelaksanaan
periode V (2005 - 2010) : a,b,c,d,e
(Ibid. p. 21 - 22).
Program pelaksanaan
yang tercatat di atas dapat diartikan bahwa jika terdapat kekurangan dalam
periode yang satu, maka akan mewarnai pada periode selanjuutnya. Pelaksanaan
program jangka panjang ini bersifat akumulatif (menumpuk), namun frekunsinya
akan semakin berkurang. Dan yang menjadi stressing program adalah prioritas
program pada masing-masing periode.
Adapun yang dimaksud
program jangka pendek NA yaitu program NA yang dilaksanakan untuk satu periode
dengan memprioritaskan program-program yang dicanangkan dalam program jangka
panjang. Suatu program NA merupakan kelanjutan dan rangkaian program periode
sebelumnya, dan program ini yang menjadi dasar bagi pembuatan program
selanjutnya setelah diadakan evaulasi dan revisi. Secara garis besar program NA
meliputi :
A. Bidang
Konsolidasi Organisasi
B. Bidang Kaderisasi
C. Bidang Dakwah
D. Bidang
Kemasyarakatan
E. Bidang Pengkajian
IV. Kepribadian NA
A. Latar Belakang dan Pengertian Kepribadian
NA
Perkembangan IPTEK
dan perubahan dunia yang semakin mengglobal, satu sisi telah mempermudah kiprah
manusia dalam memahami dan menguasai dunia. Namun di sisi lain, perkembangan
itu telah merusak sendi-sendi peradaban manusia dan tatanan moral agama. Budaya
primordial dan hedonistis seakan menjadi idola kehidupan. Batas ruang dan waktu
tidak lagi menjadi penghalang bagi transfer of technology and communication.
Bersamaan dengan ini, segala macam bentuk budaya menyebar ke segala penjuru
dunia. Iklim keterbukaan ini perlu adanya kendali moral agar bangsa Indonesia
tetap pada bingkai budayanya.
Upaya ini hanya
dapat dilakukan melalui implementasi akhlak agama dalam kehidupan sehari-hari
dengan melalui pembentukan sikap dan perilaku bangsa ini. Inilah yang mendasari
NA untuk menyusun Matan Kepribadian NA. Perjuangan ini memerlukan waktu yang
panjang, tidak dibatasi oleh umur manusia. Untuk itu diperlukan generasi
penerus untuk meneruskan dan menyempurnakan cita-cita NA. Penyempurnaan matan
Kepribadian NA mutlak diperlukan, karena semenjak gagasan Dra. Chamamah
Suratno, PP NA 1965 - 1968, dalam perjalanan waktu senantiasa menghadapi
tantangan yang berfariativ.
Mengingat tantangan
zaman yang semakin komplek, maka rumusan matan Kepribadian NA perlu juga
mendapat penyempurnaan, selaras dengan tantangan yang dihadapi NA. Rumusan
pertama Matan Kepribadian NA disahkan pada Muktamar NA ke-2 di Yogyakarta tahun
1968, dan sebagai tim perumusnya adalah Muslimah Humam, BA. Rumusan ini
ditinjau ulang dan direvisi pada Rapim PP NA 1986 yang kemudian disahkan pada
Sidang Pleno III pada 5 September 1986, dan kemudian dikukuhkan dalam Munas
tahun 1987.Penyempurnaan itu meliputi sistematika, redaksi, dan penyajiannya. Rumusan
ini pada sidang Tanwir 1996, PP NA 1995-2000 mengikaji ulang dan mengadakan
penyempurnaan pada segi metodologi, materi, sistematika (p.3).
Kepribadian
merupakan suatu keadaan jiwa yang terpancar pada sikap dan perilaku seseorang.
Sebagai ruh, kepribadian mampu membedakan antara orang yang satu dengan yang
lain. Demikain pula halnya dengan NA, Kepribadian NA menjadi jati dirinya untuk
membedakan antara organisasinya dengan organisasi yang lain. Kepribadian NA,
menurut Tanwir Na, 1996, yaitu "... keseluruhan proses dan keadaan yang
melekat pada gerakan NA yang meliputi hakekat dan missinya dalam berkiprah di
tengah-tengah masyarakat, sehingga dengannya ia berbeda dengan organisasi
lainnya" (p.1). Kepribadian NA bercirikan cerminan akhlakul karimah yang didasari
AD/ ART NA.
Bagi NA, kepribadian
yang dimilikinya tidak sekedar ruh organisasi saja, tetapi kepribadian itu juga
melekat pada segenap anggotanya. Oleh karena itu kepribadian NA merupakan
keseluruhan jiwa raga yang dimiliki oleh setiap anggota NA, baik sebagai kader
umat, kader organisasi, dan kader bangsa, yang dimanifestasikan dalam sikap dan
perilakunya (Ibid). Dengan demikian sikap dan perilaku anggota NA tidak sekedar
membangun citra dan cita-cita NA saja, tapi harus mampu membangun moralitas bangsa.
Secara integral, upaya NA ini sangat berarti bagi bangsa Indonesia untuk
membangun moralitas bangsa ini.
B. Dasar Matan Kepribadian NA
Sebagai ruh
organisasi dan sikap - perilaku anggota NA, Matan Kepribadian NA disusun dan
dirumuskan atas dasar prinsip :
1. Muqaddimah
Anggaran Dasar NA, yang memuat prinsip-prinsip dasar usaha dan perjuangan NA.
2. Anggara Dasar Bab
I Pasal 1 tentang nama, identitas dan kedudukan yang mencerminkan hakekat dan
missi NA, sebagai organisasi otonom dan kader dalam Persyarikatan Muhammadiyah/
'Aisyiyah, serta sebagai kader umat dan bangsa.
3. Anggaran Dasar
Bab II Pasal 3 tentang maksud dan tujuan NA.
4. Anggaran Dasar
Bab II Pasal 4 tentang usaha yang harus dilakukan oleh NA untuk mencapai
tujuannya.
Dasar usaha dan
perjuangan di atas dapat diartikan bahwa NA memiliki prinsip :
1. Hidup Manusia
harus berdasar tauhid, ibadah, dan taat kepada Allah SWT.
2. Menunaikan segala
kewajiban agama, negara, dan bangsa untuk menciptakan tatanan kehidupan
masyarakat yang diridhoi Allah SWT.
3. Menjunjung tinggi
nilai-nilai agama, ikhlas dalam beramal shalih, dan memiliki akhlakul karimah.
Menegakkan gerakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar, seperti yang dicita-citakan
Persyarikatan Muhammadiyah (Ibid. p. 4).
Secara esensi, dasar
perjuangan matan Kepribadian NA merupakan upaya untuk membentuk anggota NA dan
organisasi sebagai pelopor dan penerus perjuangan Persyarikatan. Inilah yang
menjadi hakekat dan missi NA yang memperjuangkan dan membina putri Islam.
Artinya NA berusaha menggerakkan putri-putri Islam untuk memahami dan
mengamalkan ajaran Islam, serta mengajak dan mengarahkan orang lain sesuai
dengan kehendak Al Qur'an dan As Sunnah, yaitu terciptanya masyarakat putri
Islam yang mampu mengimplementasikan akhlakul karimah.
V. Dakwah Terpadu
A. Pengertian
NA sebagai
organisasi otonom Muhammadiyah mempunyai tanggung jawab dalam merealisasikan
dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Untuk merealisasikan tanggung jawab ini, NA
mengambil terobosan penyiaran ajaran Islam yaitu Dakwah Terpadu. Pengertian Dakwah
Terpadu NA adalah gerakan dakwah NA yang menyangkut segala aspek kehidupan
dengan menggunakan metode pendekatan integratif, antara gerakan dakwah
bil-lisan dengan dakwah bil-hal.(selengkapnya lihat Pedoman Umum Program Dakwah
Terpadu Nasyiyatul ‘Aisyiyah, 1998 dan Prasaran Dakwah Muktamar Nasyiyatul
‘Aisyiyah VIII, 19995). Pengertian ini dapat diartikan bahwa Dakwah Terpadu
meliputi gerakan dakwah yang bersifat penyebaran informasi dan gerakan dakwah
yang bersifat amal shalih. Upaya ini memerlukan perangkat manajemen dan sumber
daya manusia yang terlatih. Oleh karenya di dalam Dakwah Terpadu meliputi
beberapa program untuk mempersiapkan software dan hardware pelaksanaan Dakwah
Terpadu NA. Program ini sangat berarti bagi NA dalam rangka mendinamisasikan NA
di dalam mengantisipasi tuntutan dan permasalahan kehidupan masyarakat yang
semakin komplek.
B. Program Dakwah Terpadu NA
dilatarbelakangi oleh :
1, Faktor internal :
a. Peran NA di
bidang kemasyarakatan yang terkesan belum menonjol, baik dari kuantitas maupun
kualitasnya.
b. Masih adanya
perbedaan visi di kalangan pimpinan NA di dalam mensikapi pengembangan dan
liberasi sosial kemasyarakatan.
c. Masih sedikitnya
tenaga pengeerak (motivator) dakwah NA di bidang kemasyarakatan yang berperan
ganda, yaitu sebagai mubalighot dan pengembang masyarakat.
d. Belum adanya
tanggapan (respon) yang serius dari NA mengenai kondisi sosio-kultural dan
sosio-ekonomi sebagai sasaran dakwah yang tepat.
2. Faktor Ekternal :
e. Kondisi
sosio-ekonomi masyarakat menuntut adanya model dakwah inplementatif dalam
kehidupan sosio-ekonomi sehari-hari. Hal ini menjadi modal Dakwah Terpadu NA
yang strategis dan praktis untuk membentuk kultur sosio-ekonomi masyarakat yang
Islami.
f. Perkembangan daya
nalar dan tingkat pendidikan masyarakat yang semakin meningkat sangat
membutuhkan model dakwah yang aplikatif, yaitu dakwah kemasyarakatan yang
menggabungkan antara teori ajaran Islam yang diaplikasikan dengan kondisi dan
perkembangan masyarakat.
g. Perubahan
beberapa aspek kehidupan yang semakin cepat telah menimbulkan polarisasi
kebudayaan dan bermacam-macam kecenderungan. Menghadapi fenomena ini,
masyarakat perlu diberi penjelasan sedari dini. Berbagai trend sosio-kultural
yang ditandai oleh peningkatan peran wanita di dalam berbagai aspek kehidupan
(sosil, ekonomi, politik, budaya) yang menuju pada kemandirian wanita.
Sinyalemen ini bagi NA harus dimanfaatkan secara oprimal, terutama dalam
mempersiapkan sumber daya putri Islam. Na menjadi sarana yang strategis dalam
membina dan mendidik sumber daya putri Islam agar memiliki kredibilitas,
kapabilitas, profesionalisme, dan mencerminkan ahlakul karimah.
C. Dakwah Terpadu yang dijalankan NA
bertujuan :
1. Dakwah NA yang
memadukan antara dakwah bil-lisan dengan dakwah bil hal mampu menjawab tantangan
dan perkembangan zaman dengan pemenuhan tuntutan dan menjawab permasalahan yang
ada di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian dalam jangka panjang,
eksistensi dan peran NA di masyaakat akan dirasakan kehadirannya, baik secara
kuantitas maupun kualitasnya.
2. Program Dakwah
Terpadu NA mampu menjawab permasalahan sosio-kultural dan sosio-ekonomi dengan
menegakkan gerakan amar ma'ruf nahi munkar di kalangan putri Islam. Tujuan ini
dapat dilaksanakan jika didukung oleh pemahaman kaidah Islam, baik secara
integral maupun diferensiasi ajaran.
3. Dakwah aplikatif
diharapkan mampu menyamakan visi pimpinan NA. Kesatuan pandangan organisasi
sangat bermanfaat untuk mengefektivkan gerakan yang dijalankan oleh NA. Dan
pada akhirnya, program ini mampu menambah tenaga penggerak yang berperan ganda,
yaitu sebagai mubalighot dan pengembang kemasyarakatan.
4. Dakwah Terpadu NA
menyelaraskan aspek kehidupan masyarakat dengan perkembangan IPTEK. Ini sangat
berguna bagi kebangkitan dunia wanita, mengingat dakwah ini mengangkat dan
membina peran wanita secara Islami.
D. Jenis dan Bentuk Dakwah Terpadu
1. Jenis Program dan
Kegiatan Dakwah Terpadu :
a. Pelatihan
Instruktur Mubalighot Motivator Nasyiah;
b. Pelatihan
Mubalighot Motivator Nasyiah;
c. Pengembangan
Dakwah Terpadu Nasyiah.
2. Adapun jenis dan
bentuk program Dakwah Terpadu NA adalah :
a. Tabligh Bina
Ummat, yaitu bentuk penyiaran Islam (dakwah bil-lisan) yang diprogram secara
intensif dan berkelanjutan. Tabligh ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran
pemahaman dan pengamalan. Tabligh ini mengarah pada pembinaan yang dilakukan
secara dialogis, intensif, dan berkelanjutan dalam meningkatkan pemahaman,
kesadaran, dan pengamalan Islam secara kafah. Tabligh Bina Ummat berbentuk
kelompok-kelompok kajian, bimbingan dan konsultasi keagamaan tentang persoalan
keseharian, dan lain-lain.
b. Tabligh Media,
yakni dakwah bil lisan dengan melalui media masa. Dakwah ini berbentuk
penyebaran informasi keagamaan dengan melalui tulisan (brusur, pamflet,
bulletin) dan kaset, dengan sasaran kelompok-kelompok kajian yang anggotanya
masih awam dalam pemahaman, kesadaran, dan pengamalan ajaran Islam.
c. Bina Remaja
Putri, yaitu pembinaan yang khusus diberikan kepada para remaja putri Islam di
semua lapisan masyarakat. Dakwah ini berupa bimbingan keagamaan, kesadaran
hukum, partisipasi politik, dan ketrampilan wanita dalam rangka pengembangan
potensi dan sumber daya remaja putri Islam.
d. Bina Keluarga
Dhu’afa, yaitu kegiatan dakwah yang khusus bertujuan untuk membantu memecahkan
masalah dan peningkatan taraf hidup kehidupan masyarakat yang lemah ekonominya.
Bentuk dakwah ini meliputi pengusahaan lapangan kerja, pendidikan ketrampilan
wirausaha, pelayanan kesehatan, pembinaan keluarga sakinah.
e. Kesehatan bagi
Wanita, yakni program dakwah yang khusus untuk meningkatan taraf kesehatan
masyarakat, baik secara individu, jamaah, ataupun kesehatan masyarakat. Jenis
kegiatan yang dikembangan adalah penyuluhan dan pelayanan kesehatan, apotik
hidup, kesehatan mental, kesehatan ibu dan anak, dan kegiatan lain yang menuju
pada perilaku hidup sehat. Sebagai sasarannya yaitu kelompok kaum wanita, baik
remaja maupun ibu rumah tangga.
Menurut hasil Munas
I dan Lokakarya Pengembangan Mubalighot Motivator NA pada 15-18 Juli 1992 di
Yogyakarta telah disepakati bahwa Program Dakwah Terpadu NA dilaksanakan secara
luwes, yaitu pemilihan program yang dijalankan menyesuaikan situasi, kondisi,
kebutuhan, dan sasaran dakwah. Untuk tahap awal, program ini diuji melalui
pilot proyek. Daerah yang ditunjuk sebagai Pilot Proyek Program Dakwah Terpadu
NA adalah Daerah Sleman Wilayah DIY dan Daerah Pasuruhan Wilayah Jawa Timur
pada tahun 1993 - 1994. Pilot Proyek ini mengambil tema "Peningkatan
Ekonomi Wanita Usia Muda.Pemilihan tema ini berdasar pertimbangan bahwa : masalah
ekonomi menyangkut hajat hidup orang banyak, dan peningkatan kesadaran
berekonomi melalui koridor ajaran Islam.
VI. Keterkaitannya dengan lembaga lain
Antara 'Aisyiyah
dengan NAmempunyai kedudukan yang sama, yaitu sebagai organisasi otonom
Muhammadiyah. Artinya 'Aisyiyah dan NA mempunyai tugas yang sama, yaitu
mengembangkan dan menghidupkan ide dan cita-cita Muhammadiyah, hanya bidang
garapannya yang berbeda. NA mempunyai bidang sasaran pada generasi muda wanita
untuk dibina agar menjadi pelopor, pelangsung, penyempurna, dan pembaharu usaha
dan cita-cita Muhammadiyah.
Meskipun antara
'Aisyiyah dan NA memiliki status yang sama di Muhammadiyah, namun secara
informal 'Aisyiyah mempunyai posisi yang lebih tinggi ketimbang NA. Fakta
menunjukkan bahwa NA merupakan kader utama dari 'Aisyiyah. Oleh karenanya,
'Aisyiyah sebagai ibu kandung NA turut bertanggung jawab membina dan membimbing
NA (SK Muhammadiyah No.3/1987 dan Keputusan Munas NA II, 1995, p.41-43),
melalui dari tingkat pusat, wilayah, daerah, cabang, dan ranting.
Sedang bagi
Muhammadiyah, NA merupakan kader yang akan meneruskan dan mengembangkan gerakan
Islam dan gerakan dakwah Muhammadiyah. Oleh karena itu Muhammadiyah
berkewajiban untuk memberikan bekal agama yang cukup kepada NA, menentukan arah
pembinaan, membekali kemuhammadiyahan, membekali ilmu dan ketrampilan, dan
membekali kemampuan manajemen (Ceramah PP. Muhammadiyah pada Muktamar NA VIII,
1995, p.7-8).
VII. Tantangan Zaman NA
Kecenderungan zaman
awal abad ke-21 akan diwarnai berbagai perubahan, baik di bidang politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. Ini berkat perkembangan IPTEK yang demikian pesat
hingga IPTEK telah mempermudah umat manusia di dalam mengembangkan jati
dirinya. Kondisi ini telah merubah sikap manusia di dalam berkompetisi menguasai
IPTEK. Bagi mereka yang menguasainya, maka dunia akan mudah ditaklukkan. Namun
itu sulit dilakukan, karena masing-masing bangsa memiliki motivasi untuk
berkompetisi. Akibatnya adalah memasuki millenium III akan diwarnai
interdependensi global dalam segala bidang.
Potret manusia abad
ke-21 akan diwarnai berbagai bentuk dinamika dan perubahan. Menurut Alvin
Toeffler, perkembangan teknologi, komunikasi, komputerisasi, dan bio-teknologi
telah menyebabkan perubahan masyarakat sedemikian cepat. Penemuan dan pengembangan
teknologi informasi telah menyebabkan terjadinya globalisasi informasi dan
budaya. Ruang dan waktu tidak lagi menjadi batas untuk pertukaran arus
informasi. Bahkan masyarakat sangat dipengaruhi dan bergantung pada informasi.
Artinya setiap orang yang ingin survive, maju, dan memiliki kualitas tertentu
selalu membutuhkan informasi. Tanpa memiliki informasi, orang akan terlindas
dan tertinggal (Ceramah PP Muhammadiyah, 1995, p.5). Seorang pelaku bisnis akan
menguasai pasar, jika dia menguasai informasi pasar, konsumen, moneter,
manajemen, dan teknologi. Demikian pula halnya seorang pemimpin akan memiliki
kualitas, jika dia didukung oleh kapabilitas informasi yang dimilikinya,
seperti pranata sosial, perundang-undangan, peraturan, dan perangkat lunak lainnya.
Demikian pentingnya
informasi bagi manusia ternyata telah menggeser nilai-nilai dan tatanan
masyarakat. Pola hidup dan budaya asing lambat laun telah memarginalkan
nilai-nilai dan tatanan agama. Manusia secara formal menganut suatu agama,
namun keberadaan Tuhan merupakan Dzat yang "sangat jauh" di sana.
Tuhan tidak menyatu dan mewarnai perilaku manusia. Masyarakat cenderung
dipengaruhi oleh nilai-nilai sekularisme, pesimisme, materialisme, hedonisme,
nativisme, bahkan primordialisme dan anarkhisme. Kondisi ini diperparah lagi
dengan timbulnya masyarakat saintifik, yaitu masyarakat yang lebih
menitikberatkan pada logika, rasionalitas, dan objektivitas, sementara faktor
relijiusitas dikesampingkan.
Menghadapi kenyataan
ini, Muhammadiyah mempunyai peran yang sangat strategis di dalam menyikapinya.
Dan Muhammadiyah bertanggung jawab untuk membina generasi muda melalui Angkatan
Muda Muhammadiyah (AMM) agar AMM turut memikul penyebaran ajaran Islam dan
moralitas agama kepada masyarakat. NA secara struktural merupakan salah satu
bagian dari AMM yang turut bertanggung jawab atas cita-cita Muhammadiyah. NA
dituntut untuk kreatif dan inovatif di dalam memainkan perannya di masyarakat.
Kemajuan IPTEK harus
dimanfaatkan untuk kemajuan NA di dalam bermain dakwah. Artinya, NA secara
bijak harus bersatu dengan IPTEK, dan IPTEK dimanfaatkan untuk sarana dakwah
secara ilmiah. Globalisasi informasi sangat membantu penyebaran informasi
keagamaan (dakwah bil-lisan) lewat media masa. Dan derasnya informasi dapat
menambah khasanah pemberdayaan sumber daya putri Islam.
Di pihak lain, NA
dituntut melakukan dakwah interaktiv - dialogis di dalam mensikapi proses
pergeseran nilai. Mmenurut Amin Abdullah pada Muktamar NA 1995 di Aceh,
"NA perlu terlibat dalam mengenal seluk beluk dan memahami berbagai
persoalan moralitas kontemporer ...." (p.2). Keterlibatan NA ini secara
aktiv melalui telaah historis-problematika dan telaah sosiologis. Ini merupakan
agenda yang urgen untuk menentukan kebijakan program Dakwah Terpadunya. Tanpa
adanya sikap hirau terhadap masalah moralitas kontemporer, niscaya posisi NA
akan terlibas dalam percaturan informasi global. Karena NA sejak dini telah
memiliki jati diri, yaitu sebagai gerakan moralitas keagamaan yang dibangun
berdasar Al Qur'an dan As Sunnah.
Dalam bahasa yang
sederhana, NA harus kreatif dan inovativ di dalam membumikan semangat dan pesan
Al Qur'an dan As Sunnah guna membangun moralitas keagamaan dalam rangka
mensikapi perkembangan dunia yang semakin mengglobal. Semangat keagamaan harus
menjadi modal utama bagi NA di dalam percaturan informasi global.
Sumber
(http://www.nasyiah.or.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar